Wajo — Aduan masyarakat yang disampaikan dalam kegiatan reses Anggota DPRD Kabupaten Wajo, Amran, S.Sos., M.Si, berbuah tindak lanjut nyata. Komisi II DPRD Wajo turun langsung ke lapangan menelusuri dugaan pungutan liar dan ketidaktertiban pengelolaan retribusi di Pasar Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Sabtu (1/11/2025).
Kunjungan kerja tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Wajo, Herman Arif, S.H, didampingi anggota Komisi II Sulhan, serta Amran, S.Sos., M.Si, yang merupakan wakil rakyat dari Dapil II – Kecamatan Tanasitolo dan Majauleng.
Dari hasil pemantauan dan dialog langsung dengan para pedagang, DPRD Wajo mendapatkan informasi, bahwa retribusi dipungut oleh lima orang kolektor yang berbeda setiap harinya, dengan nominal yang juga berbeda-beda. Mulai dari Rp 2.000, Rp 16.000, Rp 26.000 hingga Rp 32.000.
Situasi itu membuat pedagang resah dan kebingungan, lantaran belum jelasnya pihak yang berwenang melakukan pungutan resmi.Selain itu, penataan lapak dan kios di dalam pasar juga dinilai tidak tertib — area dalam pasar tampak sepi pembeli, sementara bagian luar justru dipenuhi pedagang kaki lima hingga mengganggu akses kendaraan dan pengunjung.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Wajo, Herman Arif, menegaskan bahwa kunjungan ini merupakan bentuk tanggung jawab lembaga legislatif dalam memastikan setiap aduan masyarakat ditindaklanjuti dengan konkret.
“Kami datang untuk memastikan kebenaran informasi dari warga. Kalau benar, maka ini harus segera ditertibkan. Retribusi pasar seharusnya memiliki dasar hukum yang jelas, dikelola satu pintu oleh pemerintah daerah, dan masuk ke kas daerah. Tidak boleh ada pungutan di luar mekanisme resmi,” tegas Herman.
Ia menambahkan, pasar tradisional seperti Pasar Sempange adalah denyut ekonomi rakyat yang semestinya dikelola secara adil, bersih, dan transparan.
“Pedagang adalah ujung tombak ekonomi rakyat. Mereka harus mendapat perlindungan dan kepastian usaha, bukan justru dibebani dengan retribusi yang tidak jelas asal-usulnya,” tambahnya.
Sementara itu, Amran, S.Sos., M.Si, yang menerima langsung aduan warga saat reses di Desa Ujungbaru, menegaskan bahwa keluhan masyarakat tidak boleh berhenti di meja laporan semata.
“Aduan ini kami terima langsung saat reses di Desa Ujungbaru, dan saya teruskan kepada Komisi II sebagai mitra kerja Disperindagkop. Kami ingin memastikan pengelolaan pasar berjalan sesuai aturan dan tidak memberatkan pedagang,” jelas Amran.
Amran juga menyoroti perlunya pembenahan tata kelola dan penataan ulang lapak pedagang agar aktivitas perdagangan berlangsung tertib dan adil.
“Banyak kios di bagian dalam kosong, sementara di luar justru penuh dan mengganggu arus pengunjung. Penataan ini harus dievaluasi supaya semua pedagang bisa berjualan dengan tertib dan adil. Kami juga minta Pemda memperbaiki sistem pengawasan agar tidak ada pungutan liar di lapangan,” tegasnya.
Kunjungan Komisi II DPRD Wajo ini diharapkan menjadi langkah awal bagi pembenahan sistem retribusi dan penataan pasar rakyat di Kabupaten Wajo, agar ke depan pengelolaan pasar lebih transparan, tertib, dan berpihak pada kepentingan pedagang.

